Kita tentu mengenal RA Kartini, sosok yang berjasa dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum perempuan di Indonesia. Hari kelahirannya yang jatuh pada 21 April ditetapkan sebagai hari besar yang disebut Hari Kartini dan diperingati setiap tahunnya oleh masyarakat seluruh Indonesia sebagai tonggak bagi kemajuan kaum perempuan. Hal tersebut juga menjadi dasar dalam memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan, tidak hanya dalam bidang pendidikan tetapi juga dalam bidang kesehatan, ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya serta hak-hak hidup lainnya.
Perempuan memiliki peran penting dalam perekonomian, politik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Sebagai contoh, wanita memiliki 35% usaha kecil dan menengah, yang mana jenis usaha inilah yang banyak memajukan perekonomian Indonesia. Selain itu, data dari FAO menunjukkan bahwa 42% perempuan Indonesia aktif dalam kegiatan hulu ke hilir dalam kegiatan budidaya perikanan. Dari segi partisipasi politik, proporsi perempuan yang berada di parlemen Indonesia berada di 19,8%.
Keberadaan perempuan yang di masa kini menduduki jabatan penting di pemerintahan maupun dunia bisnis merupakan kemajuan dalam upaya pemberdayaan perempuan dalam rangka mencapai kesetaraan gender. Walaupun demikian, hal ini dinilai belum cukup karena kondisi perempuan di Indonesia saat ini dapat dikatakan masih memprihatinkan diantaranya karena belum terpenuhinya semua hak, masih adanya perlakuan diskriminatif, kurangnya akses, masih adanya perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan, eksploitasi seksual dan perdagangan orang, belum tercapainya kuota 30% perempuan di legislatif, dan perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal.
Masih banyak tantangan yang dihadapi pemerintah dalam upaya pemberdayaan perempuan untuk mencapai kesetaraan gender di Indonesia saat ini. Hal yang paling mendasar adalah bagaimana mengubah sikap permisif masyarakat dan praktek budaya yang membatasi kemajuan perempuan. Salah satu contohnya yaitu pola pikir bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi karena hanya berkewajiban untuk mengurus rumah tangga. Data dari Susenas KOR 2015 menunjukkan persentase perempuan usia 15 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah berjumlah 21,51%, lebih besar dibandingkan laki-laki yang berjumlah 15,51%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum perempuan memiliki tingkat pendidikan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yang disebabkan oleh preferensi orangtua menyekolahkan anak laki-laki. Tedapat pula kesenjangan penghasilan antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki diberikan gaji yang lebih tinggi karena dianggap sebagai pemimpin yang berkewajiban untuk menafkahi keluarga, sementara perempuan merupakan pendamping yang hanya menyokong penghasilan suaminya. Faktanya, data Susenas 2014 dari BPS menunjukkan terdapat sekitar 14,84% rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan.
Pemerintah Indonesia telah mengupayakan berbagai hal, baik dalam aspek regulasi maupun program-program yang inovatif. Upaya pemerintah dalam pemberdayaan perempuan diantaranya adalah program Coding Mum atau pelatihan bahasa pemograman dari Badan Ekonomi Kreatif yang diharapkan dapat memberikan peluang bagi ibu rumah tangga untuk bekerja paruh waktu sebagai programmer. Selain itu, terdapat Gerakan HeForShe dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bertujuan untuk mendorong keterlibatan laki-laki  dalam upaya melindungi perempuan, pemenuhan hak-hak serta mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk mewujudkan kesetaraan gender. Selain itu, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai aktor utama dalam upaya pemberdayaan perempuan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai kementerian terkait seperti Kementerian Sosial dalam hal bantuan dana usaha untuk meningkatkan kualitas ekonomi, Kementerian Riset dan Teknologi dalam hal revitalisasi pusat studi wanita untuk melakukan riset terkait pembangunan daerah, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan.
Selanjutnya, peran perempuan dalam pembangunan dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan kualitas hidup terutama akses terhadap fasilitas pendidikan, kesehatan dan hukum, perluasan kesempatan untuk berpartisipasi dalam dunia politik serta untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan terkait pembangunan nasional baik di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, organisasi atau kelompok tertentu serta di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, diperlukan strategi komprehensif dalam memberdayakan perempuan di Indonesia. Upaya tersebut tentu membutuhkan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, tidak hanya oleh pemerintah pusat dan daerah tetapi juga pihak swasta, pelaku ekonomi serta masyarakat umum termasuk keluarga.
Kedepannya diharapkan akan lebih banyak lagi program pemberdayaan bagi masyarakat seperti pelatihan keterampilan, kewirausahaan/UMKM serta pemanfaatan teknologi mutakhir yang mencakup semua wilayah dan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan tiap wilayah yang tidak hanya diperuntukkan bagi laki-laki, tetapi juga perempuan sehingga para perempuan dapat berperan sebagai mitra sejajar laki-laki dalam memberikan kontribusi positif untuk mewujudkan pembangunan nasional yang inklusif dan responsif gender.
Sumber gambar:Â
https://ppmk.or.id/wp-content/uploads/2017/03/IMG-20170308-WA0018.jpg