Sebagai bagian dari proyek I Am, Yayasan The Development CAFE mengadakan nonton bareng film Avengers di bioskop pada hari Kamis, 10 Mei 2018. Acara ini dihadiri oleh para siswa kelas secondary dan beberapa pendamping dari Roshan Learning Center, sekolah yang dikelola oleh pengungsi asal Timur Tengah di Jakarta dan merupakan partner Dev-CAFE dalam proyek I Am. Kelas secondary terdiri dari siswa usia 13-18 tahun, yang sebagian besar berasal dari Afghanistan dan Iran.
Para siswa cukup antusias dan merasa senang dengan kegiatan ini. Selain karena filmnya menarik, beberapa dari mereka belum pernah menonton film di bioskop Indonesia sehingga ini menjadi pengalaman pertama bagi mereka. Walaupun filmnya berbahasa Inggris dan hanya disediakan terjemahan teks berbahasa Indonesia, mereka tidak mengalami banyak kesulitan dalam memahami percakapan dalam film mengingat mereka telah terbiasa menggunakan Bahasa Inggris selama tinggal di Indonesia. Selain itu, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia merupakan bagian dari mata pelajaran di Roshan sehingga acara ini sekaligus bisa menjadi sarana untuk melatih pemahaman mereka terhadap dua bahasa tersebut. Hal ini tidak hanya berlaku bagi para siswa, tetapi juga bagi para pendamping mereka. Salah satu pendamping mengatakan bahwa ia senang dengan adanya acara ini dan tidak merasa kesulitan dalam memahami film yang ditonton. “Selama nonton, kita bisa sekaligus belajar Bahasa Inggris dan Indonesia”, kata salah seorang pendamping.
Kemampuan berbahasa memang sangatlah penting bagi para pengungsi yang sedang transit di Indonesia. Untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, mereka harus bisa beradaptasi dengan adat dan budaya yang ada, termasuk Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa keseharian masyarakat di Indonesia. Selama menunggu resettlement, para pengungsi tidak hanya dapat memanfaatkan waktu untuk belajar dan mengasah keterampilan untuk bekal kehidupan di negara ketiga nantinya, tetapi juga menambah wawasan dengan mempelajari budaya Indonesia. Dengan keterampilan dan wawasan yang cukup, mereka akan lebih mudah untuk menjalani kehidupannya di Indonesia, terutama ditengah ketidakpastian waktu resettlement dan keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dll.
Acara nonton bareng seperti ini bisa dijadikan sebagai salah satu cara untuk membantu meringankan beban pikiran para pengungsi selama menjalani kehidupan di negara transit seperti Indonesia. Acara ini merupakan hal positif yang tidak hanya menjadi sarana hiburan tetapi juga pembelajaran bagi mereka. Karena sesungguhnya belajar tidak hanya dapat dilakukan di kelas tetapi dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan dengan berbagai cara, seperti membaca buku, menonton film, mendengarkan musik, ataupun aktivitas lainnya.